JAKARTA- Presiden Joko Widodo beserta Ibu Negara Iriana Joko Widodo pada Kamis malam, 1 Agustus 2019, menghadiri doa kebangsaan yang digelar di halaman depan Istana Merdeka, Jakarta. Doa kebangsaan dengan para ulama, tokoh lintas agama, dan Majelis Zikir Hubhul Wathon ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan peringatan hari ulang tahun ke-74 kemerdekaan Republik Indonesia.
Dalam sambutannya, Presiden Joko Widodo bersyukur acara tersebut bisa digelar untuk mengucapkan rasa syukur atas anugerah kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Ia juga mengajak hadirin untuk mensyukuri nikmat yang diberikan Allah kepada bangsa Indonesia berupa persatuan dan persaudaraan.
“Kita semuanya bersyukur atas kenikmatan yang diberikan Allah kepada kita, baik itu kenikmatan persatuan, baik itu kenikmatan ukhuwah kita, persaudaraan kita, baik ukhuwah islamiyah maupun ukhuwah wathoniyah kita, dan juga bersyukur atas kenikmatan dengan kemajuan-kemajuan yang diperoleh negara ini, oleh bangsa ini, dan oleh rakyat kita Indonesia,” ujarnya.
Sebagai bangsa yang besar, Presiden mengingatkan, bangsa Indonesia ingin dan harus memiliki cita-cita serta mimpi-mimpi yang besar. Namun, tantangan-tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia pun tidaklah kecil. Untuk itu, Kepala Negara mengajak seluruh elemen bangsa untuk terus mempererat persatuan dan persaudaraan bangsa.
“Karena potensi besar kita dimulai dari adanya rasa persatuan, rasa persaudaraan kita, di antara kita sebagai saudara sebangsa dan setanah air,” lanjutnya.
Menurutnya, persaudaraan itu yang akan membawa Indonesia menjadi negara yang maju dan menatap masa depan dengan penuh optimisme. Oleh sebab itu, pada kesempatan tersebut Presiden juga mengajak hadirin untuk memanjatkan doa dan menundukkan hati agar bangsa Indonesia bisa mengatasi berbagai tantangan yang dihadapinya sehingga cita-cita kemerdekaan bisa terwujud secepat-cepatnya.
“Marilah kita semuanya menjaga kearifan lokal kita, menjaga kearifan nasional kita, sebagai sebuah bangsa dengan budaya yang luhur. Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Semoga Allah SWT memberikan rahmat dan hidayah kepada seluruh rakyat, kepada bangsa kita, kepada negara kita,” tandasnya.
Dalam acara tersebut hadir juga Wakil Presiden Jusuf Kalla beserta Ibu Mufidah Jusuf Kalla, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, dan Ketua Umum Pengurus Besar Zikir Hubbul Wathon K.H. Musthofa Aqil Sirodj.
Selain itu tampak hadir juga Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar, Ketua Umum DPP Syarikat Islam Hamdan Zoelva, Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie, Pengasuh Pondok Pesantren Tahfidz Daarul Quran Ketapang Ustaz Yusuf Mansur, K.H. Ahmad Muwafiq atau Gus Muwafiq, dan Habib Luthfi bin Yahya.
Adapun tokoh lintas agama yang hadir antara lain, Ketua Umum Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Wisnu Bawa Tenaya, Ketua Umum Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) Arief Harsono, Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) Henriette Tabita Hutabarat-Lebang, dan Ketua Umum Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Ignatius Suharyo.
Kategori: Berita
JAKARTA – Bagi saya sikap seorang pemimpin yang paling sulit adalah mendengar. Betul-betul tidak gampang. Pak Jokowi adalah seorang pemimpin yang mendengar dengan baik.
Penegasan tersebut disampaikan oleh Kepala Staf Kepresidean Jenderal TNI (Purn). Dr. Moeldoko S.IP dalam Leadership Talk – The Making of Indonesia 4.0 pada IFGF Conference, di Basketball Hall, Gelora Bung Karno, Jakarta, Kamis, 1 Agustus 2019.
Panglima TNI periode 2013-2015 ini lantas menjelaskan apa yang pernah ia programkan saat menjabat, yakni meluncurkan program TNI mendengar. Ia mengajak para perwira untuk sabar mendengar dari para pengamat dan kritikus. Hal di atas dilakukan agar para calon pemimpin memahami lingkungannya.
Sikap lain yang perlu dikembangkan adalah jujur, cerdas, inovatif. Jika pemimpin tidak inovatif, ia akan berjalan apa adanya. Memahami lingkungan yang terus berubah mesti terus diasah. Kepala Staf Kepresidenan menyitir ucapan Presiden Jokowi, bahwa ada lima fenomena global yang berkembang, yakni change, speed, risk, complexity, dan surprise.
Itulah sebabnya, penyelesaian masalah di masa mendatang, tidak bisa lagi sporadis, mesti dengan cara complexity problem solving. “Nggak bisa bagaimana nanti saja, akan ketinggalan kereta, harus antisipasi. Kita nggak boleh sesuatu menimpa diri kita baru kita tergagap,” paparnya.
Banyaknya faktor yang memengaruhi seorang pemimpin, membuat kepemimpinan adalah gabungan seni dan pengetahuan. “Seni, karena masing-masing orang punya cara sendiri dalam mengartikan sesuatu. Dalam melakukan pendekatan. Setiap orang memiliki gaya sendiri dalam melakukannya,” ucap Moeldoko dihadapan lebih dari 2.000 orang tersebut.
Ia lantas mencontohkan, bagaimana, Presiden Jokowi dalam kurun waktu 5 tahun telah bisa membangun 1.300 kilometer jalan tol. Sementara empat puluh tahun sebelumnya Indonesia baru bisa menuntaskan 246 kilometer. Belum lagi, bandara baru, dan pelabuhan laut yang juga telah usai dikerjakan.
Pembangunan infrastruktur dalam konteks konektivitas di atas adalah pembangunan peradaban manusia. Masyarakat yang ada di perbatasan dimudahkan pelayanan kesehatan dan pendidikan oleh pembangunan jalan dan sarana lain. Pun dalam pembangunan MRT, masayarakat harus tiket, antre, dan tepat waktu. “Itulah pembangunan peradaban manusia dan Presiden Jokowi membangun culture of hope itu,” tegas Moeldoko y ang juga telah mengembangkan mobil listrik dan padi bibit unggul ini.
Saat ditanya bagaimana seorang Moeldoko, bisa mendapatkan ide cemerlang, ia menjawab jujur, dirinya mendapatkan semuanya lewat permenungan. “Setiap malam sepulang dari kantor, saya merenung, apa yang sudah saya lakukan hari ini. Kadang-kadang saya menertawakan diri sendiri. Moeldoko sori hari ini, kamu nggak berbuat sesuatu.”
Moeldoko juga mengaku, sedikit punya keberanian. Jika ada ide bagus dan menurutnya cemerlang, segera ditangkap dan wujudkan. Ia berpesan agar siapa saja yang merasa telah menangkap ide, jangan terlalu lama berpikir. “Tangkap satu bagus mainkan,” tandasnya.
Di akhir paparannya, Kepala Staf Kepresidenan mengajak para peserta untuk memaknai nasionalisme secara kontekstual. Yakni dengan dengan membantu mereka yang masih kesulitan di bidang pendidikan, kesehatan, atau keterbelakangan ekonomi. “Untuk itu mari kita berbuat sesuatu walaupun sedikit. Untuk saudara-saudara kita yang masih tertinggal agar keberadaan kita semuanya betul-betul bagian dari pemerintah.”
JAKARTA – Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Ifdhal Kasim dalam ‘Prime News’ CNN Indonesia TV: ‘Koopsus TNI Lahir Kembali’, tayang live Rabu 31 Juli 2019 bersama host Reinhard Sirait, Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjajaran Muradi dan Direktur Eksekutif Imparsial Al Araf.
Lihat videonya ada di sini