Categories
Berita Ekonomi Kedeputian Kedeputian III

Ekonomi Melaju Kencang, KSP : Pemerintah Tetap Waspadai Potensi Ancaman Resesi Global

Jakarta – Deputi III Kepala Staf Kepresidenan Edy Priyono mengingatkan, capaian pertumbuhan ekonomi pada Triwulan III, yakni sebesar 5,72 persen, tidak boleh membuat pemerintah Indonesia lengah. Sebab, kata dia, potensi ancaman resesi global, inflasi, dan pengetatan kebijakan moneter masih di depan mata, dan bisa berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.

“Kita harus bersyukur ekonomi kita di triwulan tiga melaju Kencang. Tapi capaian ini jangan membuat lengah. Kewaspadaan terhadap potensi ancaman resesi masih harus dijaga,” tegas Edy, di gedung Bina Graha Jakarta, Selasa (8/11).

Edy memastikan, pemerintah bersama otoritas terkait terus bekerja keras untuk menjaga pertumbuhan ekonomi. Yakni, dengan melaksanakan bauran kebijakan pengendalian inflasi, peningkatan investasi, dan mendorong pertumbuhan ekspor.

“Pemerintah juga menganggarkan beragam insentif dan bansos untuk membantu industri dan masyarakat yang terdampak,” kata Edy.

Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, di tengah perlambatan ekonomi global dan kenaikan inflasi domestik, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Triwulan III-2022 tumbuh pesat di level 5,72 persen, atau naik dari Triwulan II, yakni 5,45 persen. Angka tersebut melebihi pertumbuhan ekonomi negara-negara lain. Seperti, Tiongkok sebesar 3,9 persen, Amerika Serikat 1,8 persen, Jerman 1,2 persen, Uni Eropa 2,1 persen, dan Korea Selatan 3,1 persen.

Edy mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditopang oleh kuatnya permintaan domestik, serta tingginya kinerja investasi dan ekspor. Di mana konsumsi rumah tangga tumbuh 5,39 persen (year on year), investasi 4,96 persen, dan ekspor tumbuh 21,64 persen.

“Pertumbuhan ekspor ditopang oleh permintaan mitra dagang utama yang tetap kuat dan kebijakan percepatan ekspor minyak kelapa sawit. Kalau untuk investasi pertumbuhan terjadi pada investasi non bangunan,” terang Edy.

Secara spasial, lanjut Edy, perbaikan ekonomi ditopang oleh pertumbuhan yang terjadi di seluruh wilayah Indonesia. Pertumbuhan tertinggi tercatat di wilayah Sulawesi-Maluku-Papua (Sulampua), diikuti oleh Bali-Nusa Tenggara (Balinusra), Jawa, Kalimantan, dan Sumatera.

Categories
Berita Kedeputian Kedeputian III

KSP Tekankan Pentingnya Penguatan Literasi Keuangan Penyuluh Pertanian

Jakarta – Kepala Staf Kepresidenan Dr. Moeldoko menekankan pentingnya penguatan fungsi penyuluh pertanian dengan mendorong kapasitas di literasi keuangan.

Seruan ini merujuk pada hasil verifikasi lapangan Kantor Staf Presiden (KSP) di beberapa daerah yang menunjukan masih rendahnya pendapatan penyuluh pertanian beserta
kapasitasnya terkait literasi keuangan.

“Untuk bersiap menghadapi krisis pangan global, kita tidak hanya meningkatkan produksi pangan, tapi juga harus meningkatkan kapasitas para petani. Para penyuluh pertanian ini lah yang memainkan peran penting disana, memberikan edukasi kepada para petani. Maka tugas pemerintah adalah mendukung kesejahteraan dan peningkatan kapasitas total 38,000 penyuluh pertanian di seluruh Indonesia,” kata Moeldoko.

Sementara itu, pengetahuan, pemahaman, dan akses masyarakat Indonesia terhadap layanan perbankan masih rendah dan tidak merata. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah Indonesia saat ini berfokus pada Strategi Keuangan Inklusif melalui edukasi keuangan, pembangunan infrastruktur pendukung, serta ketersediaan akses masyarakat terhadap layanan jasa keuangan melalui penyediaan layanan keuangan tanpa kantor (branchless banking).

Pada Selasa (1/11), Kantor Staf Presiden (KSP) berhasil mendorong perjanjian kerjasama Penguatan Literasi Keuangan Penyuluh Pertanian melalui Program Laku Pandai antara Kementerian Pertanian dan PT BRI.

Melalui Program Laku Pandai ini, para penyuluh pertanian akan mendapatkan edukasi keuangan sekaligus kemudahan akses layanan perbankan yang diharapkan mampu menunjang kesejahteraan para penyuluh pertanian. Program Laku Pandai juga akan mendorong penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk penyuluh pertanian dan petani.

“Kita ingin memberikan semangat yang lebih kepada penyuluh pertanian melalui peran bank. Inklusi keuangan ini kita transfer kepada teman-teman penyuluh sehingga mereka terus aktif terlibat dan ikut menikmati manfaat yang diberikan oleh pemerintah di sektor pertanian,” kata Moeldoko.

KSP sendiri sebelumnya ikut mendorong diundangkannya Perpres Nomor 35 Tahun 2022 tentang Penguatan Fungsi Penyuluh Pertanian yang mengamanatkan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan penyuluh pertanian melalui pemanfaatan teknologi informasi.

“Oleh karenanya saya ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak perbankan BRI. Secara tidak langsung anda memikirkan bagaimana menyiapkan negara ini agar tidak runtuh menghadapi urusan perut. Saya yakin kalau para penyuluh semakin giat, petani juga semakin giat, produksi meningkat dan swasembada pangan jadi semakin kuat,” tutup Moeldoko.

Categories
Berita Kedeputian Kedeputian III

KSP Pastikan Peningkatan Realisasi Belanja Produk Dalam Negeri Kementerian/Lembaga

Jakarta – Kepala Staf Kepresidenan Dr. Moeldoko meminta agar semua instansi pemerintah mengalokasikan dan segera merealisasikan minimal 40% anggaran pengadaan di tahun 2022 untuk Produk Dalam Negeri (PDN).

Moeldoko juga menekankan agar realisasi pengadaan PDN yang tidak lebih dari 25 persen anggaran tahun 2021 tidak terulang. Oleh karenanya, Kantor Staf Presiden (KSP) akan memastikan semua instansi tidak hanya mengalokasikan anggaran di tahun 2022, tetapi juga merealisasikan target pengadaaan PDN.

“Pemerintah mengejar target PDN karena konsumsi dalam negeri mampu mempertahankan pertumbuhan ekonomi. Kalau anggaran berputar dalam negeri, maka industri dalam negeri akan bergerak, pendapatan masyarakat terjaga, dan pada gilirannya akan mempertahankan konsumsi domestik. Secara global, ekonomi saat ini sedang terganggu, kita harus menjaga agar UMKM bergerak, korporasi bergerak, dan pengangguran tidak bertambah,” kata Moeldoko dalam Rapat Koordinasi Percepatan Belanja PDN dengan 10 K/L, secara daring di Jakarta, Senin (31/10).

Presiden Joko Widodo sudah menerbitkan Inpres No. 2 Tahun 2022 yang mengarahkan agar semua instansi pemerintah mengalokasikan dan merealisasikan minimal 40% anggaran pengadaannya untuk Produk Dalam Negeri.

Untuk mengawal arahan Presiden ini, KSP telah membentuk Tim khusus yang bertugas memonitor realisasi belanja untuk Produk Dalam Negeri tersebut. Hasil monitoring ini nantinya akan dilaporkan kepada Presiden.

Di tahun 2022, alokasi belanja semua K/L untuk PDN mencapai Rp 364 triliun. Namun per 10 Oktober, realisasinya baru mencapai 41%. Oleh karena itu, KSP minta K/L untuk melakukan percepatan, khususnya di 10 K/L dengan anggaran pengadaan terbesar yakni Kementerian PUPR, Kementerian Pertahanan, Polri, Kementerian Perhubungan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Agama, Kominfo, Kementerian Pendidikan, Kementerian Pertanian dan Kementerian Keuangan.

“Selain itu, ada masalah ketidaksinkronan data antara Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Kadang lebih tinggi di data BPKP, kadang lebih tinggi di data LKPP. Jika tidak segera diatasi, hal itu bisa menimbulkan masalah,” imbuh Kepala Staf.

Menanggapi hal ini, pihak LKPP mengatakan bahwa pihaknya sedang mengembangkan arsitektur integrasi data pengadaan nasional. Pihak BPKP pun akan terus berupaya melakukan sinkronisasi data dengan LKPP dan Kementerian/Lembaga terkait. Data yang dihimpun juga akan selalu diperbarui secara periodik untuk dilaporkan kepada Presiden Joko Widodo.

Categories
Berita Kedeputian Kedeputian III

KSP : UMKM Harus Tingkatkan Kualitas dan Kapasitas Agar Terserap Belanja Pemerintah

Jakarta – Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Edy Priyono menekankan pentingnya Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) terus meningkatkan kualitas dan kapasitasnya, sehingga dapat memanfaatkan peluang yang sudah dibuka lebar oleh pemerintah.

“Pemerintah memang sudah berkomitmen untuk membelanjakan setidaknya empat puluh persen belanja barang dan jasanya bagi produk2 UMKM. Tapi niat baik itu harus didukung oleh kesiapaan dari sisi pelaku UMKM,” kata Edy, di gedung Bina Graha Jakarta, Rabu (12/10).

Edy mengatakan, salah satu kendala bagi penyerapan produk UMKM adalah rendahnya jumlah produk UMKM yang masuk ke dalam e-Katalog pemerintah.

Per 11 Oktober 2022, terang dia, jumlah produk yang masuk e-Katalog sudah mencapai 1.620.821. Namun jumlah penyedia (pelaku usaha) masih sangat sedikit, yaitu 33.087 unit usaha.

Edy juga menyebut, realisasi belanja pemerintah baik pusat dan daerah untuk produk UMKM rata-rata masih di bawah 50 persen.

Ia memaparkan, per 26 September 2022, dari alokasi belanja pemerintah pusat dan daerah sebesar Rp 331.39 triliun, realisasi belanja 42,78 persen.

Sementara realisasi belanja pusat, yakni kementerian/lembaga sebesar 42,78 persen dari alokasi Rp 93,74 triliun. Sedangkan untuk daerah, yaitu pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, alokasi yang ditetapkan untuk belanja produk UMKM Rp 237,65 triliun, dengan realisasi penyerapan 45,10 persen.

“Angka-angka ini menunjukkan bahwa pemerintah masih perlu bekerja lebih keras untuk merealisasi rencana belanjanya untuk produk-produk UMKM,” tuturnya.

Seperti diketahui, usai melantik Hendrar Pribadi sebagai Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), pada Senin (10/10), Presiden Joko Widodo menyatakan keinginanannya agar produk UMKM semakin banyak masuk e-Katalog pemerintah pusat dan daerah. Sehingga gerakan cinta produk dalam negeri benar-benar dapat terlaksana dalam belanja pemerintah BUMN, dan daerah.

Presiden juga telah mengeluarkan Inpres No 2/ 2022 tentang Percepatan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri dan Produk Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Koperasi dalam rangka Menyukseskan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia pada Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Categories
Berita Kedeputian Kedeputian III

Perkuat Integritas Sistem Keuangan Nasional, KSP Dorong Penilaian Risiko Kejahatan Ekonomi Korporasi

Yogyakarta – Kantor Staf Presiden (KSP) mendorong penyusunan dokumen Penilaian Risiko Sektoral (Sectoral Risk Assessment/SRA) guna menjamin agar korporasi tidak disalahgunakan untuk kejahatan ekonomi.

Penilaian risiko di tingkat sektoral korporasi ini pun akan turut mendorong penguatan integritas sistem keuangan nasional sehingga memudahkan negara dalam mendeteksi dini kejahatan ekonomi seperti pencucian uang, pendanaan terorisme dan lain sebagainya.

“Berdasarkan Hasil Penilaian Risiko Nasional tahun 2021, korporasi memiliki risiko tinggi terkait tindak pidana pencucian uang, pendanaan terorisme, maupun kejahatan ekonomi lainnya. Oleh karena itu, dokumen Penilaian Risiko Korporasi yang disusun ini nantinya dapat dijadikan pedoman bagi regulator, aparat penegak hukum dan industri keuangan bank dan non bank dalam mendeteksi dini kejahatan ekonomi,” kata Deputi III Kepala Staf Kepresidenan Dr. Panutan Sulendrakusuma, Selasa (20/9), di Jakarta.

Hal ini Ia sampaikan dalam menindaklanjuti Focus Group Discussion (FGD) terkait instrumen dan metodologi dalam penyusunan dokumen Penilaian Risiko Korporasi, yang diselenggarakan pada Rabu – Jumat, 7-9 Sept lalu, di Yogyakarta.

FGD tersebut pun dikomandoi oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta dikawal secara intensif oleh KSP.

“FGD ini dapat dimanfaatkan sebagai kesempatan bagi Kementerian/Lembaga dan para perwakilan industri untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman tentang kejahatan ekonomi terkait korporasi. Hasil FGD diharapkan dapat membantu menaikan rating Indonesia dalam proses Mutual Evaluation Review (MER) menuju keanggotaan Indonesia di Financial Action Task Force (FATF)”, imbuh Panutan.

Penilaian risiko korporasi ini sendiri akan menggunakan metodologi sesuai dengan standar internasional dari FATF yang dimulai dengan mengidentifikasi kerentanan dan ancaman yang dihadapi oleh Indonesia. Instrumen berupa kuesioner digunakan sebagai alat untuk mengumpulkan data terkait risiko kunci korporasi, emerging threat, red flag indicator, dan kapabilitas institusi.

“Kesepakatan FGD perlu ditindaklanjuti oleh para pemangku kepentingan kunci terutama dalam mempercepat pengumpulan data sehingga analisis risiko kejahatan ekonomi atas korporasi dapat diselesaikan tepat waktu,” tutup Panutan.