Jakarta – Otonomi daerah di Indonesia memasuki babak baru dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah. Meskipun sudah lama diundangkan, namun memberikan konsekuensi yang rumit dalam pelaksanaan di daerah. Salah satunya tentang perubahan kewenangan pengelolaan laut provinsi yang semula 4 – 12 mil menjadi 0 – 12 mil.
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Alan F. Koropitan mengatakan, berlakunya UU tersebut, menjadikan pengelolaan perairan yang sebelumnya menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota, akhirnya diambil-alih oleh pemerintah provinsi.
“Namun dari tahun 2014 sampai sekarang belum ada kejelasan terkait wewenang dan kelembagaannya. Implikasinya, pemerintah daerah terkesan saling menunggu untuk melakukan pengawasan di laut,” kata Alan, di gedung Bina Graha Jakarta, Rabu (15/6).
Alan mengungkapkan, berlakunya UU No 23/2014 tentang pemerintah daerah yang antara lain mengatur tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir memiliki implikasi besar buat daerah. Apalagi, ujar dia, kebijakan tersebut tidak ditopang dengan anggaran, sumber daya manusia, serta sarana dan prasarana yang memadai. Ia mencontohkan, jumlah personel untuk pengawasan masih sangat terbatas dengan area kerja yang cukup luas.
“Minimnya anggaran juga menjadi masalah sendiri karena akan membatasi ruang gerak dinas,” sebutnya.
Untuk mengurai persoalan tersebut, kata Alan, Kantor Staf Presiden bersama Kemendagri, KKP, Pemerintah Daerah, dan sejumlah pakar, telah melakukan Focus Group Discussion (FGD) terkait implementasi UU No 23/2014, pada Senin (13/6).
Dalam forum tersebut, jelas Alan, semua pihak sepakat soal pentingnya harmonasiasi kelembagaan dalam pengelolaan wilayah pesisir. Untuk itu, dibutuhkan sebuah pedoman yang bisa menjadi landasan hukum bagi pemerintah daerah tingkat provinisi dan kabupaten/kota dalam mengelola sumberdaya perairan pesisir, dan pulau-pulau kecil. Sehingga implementasi UU No 23/2014 berjalan maksimal dan sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
Pedoman ini, terang Alan, akan dibungkus dalam rencana aksi 4 pilar pengelolaan wilayah pesisir. Meliputi, perencanaan, pemanfaatan, penegakan humum, dan pengendalian.
“Ini akan melibatkan lintas kementerian, yakni Kemendagri dan KKP. Nantinya pedoman dan rencana aksi nasional diterapkan pada daerah percontohan. Dan ini akan masuk dalam Sismonev KSP,” pungkasnya.